Pilihan

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Untuk ke sekian kalinya, diri ini kembali dihadapkan dengan sebuah pertanyaan yang kalau disederhanakan, “mau ke mana setelah ini?”. Sungguh, lagi-lagi pertanyaan ini bukan termasuk pertanyaan yang mudah dijawab dengan jawaban klise. Apalagi dengan kesadaran bahwa diri ini seringkali lebih senang (dan qadarullaah seringkali terarahkan) mengambil jalan yang berbeda dari kebanyakan. Jika harus menjawab dengan jujur, rasanya belum cukup terwakilkan dengan satu atau dua kalimat apalagi sekadar kata. Lagi-lagi, rasanya lebih mudah menjawab pertanyaan “kapan menikah” (ya, jawab saja “di waktu yang tepat”, definisi tepatnya dikembalikan ke Allah :D) dibanding pertanyaan macam di awal tadi.

Barangkali memang, ada yang belum selesai dalam diri. Masih perlu rekonsiliasi. Ada yang harus dipertemukan terlebih dahulu untuk berdiskusi, duduk bersama menyelaraskan keinginan agar tidak ada lagi yang memberontak dalam diam. Barangkali memang, perlu ada ruang untuk menata diri, mempersiapkan diri menerima konsekuensi atas pilihan yang ada. Barangkali pula, masih harus meyakinkan dan memberanikan diri untuk mandiri mengambil sikap.

Ya, dari semua itu, tidak ada yang lebih penting dari perbaikan kualitas hubungan dengan Allah Yang Maha Merajai seluruh kerajaan langit dan bumi. Bukan banyak pikir yang mesti dituruti, tapi banyak dzikir. Solusinya sebenarnya sudah jelas, teorinya  pun sudah tahu. Namun, seringkali kurangnya keyakinan dalam hati menghambat pengamalan diri atas ilmu yang sudah dimiliki. Barangkali, ada jiwa yang harus dibasuh terlebih dulu hingga bersih dan mampu menyerap cahaya ilmu dan memancarkannya dalam amal.

Astaghfirullaah wa atuubu ilaiih. Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah.

Komentar