Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Adakah ia ketika tangan terulur untuk menjabat dan tersambut dengan dua bilah telapak tangan yang saling mengatup? Membatalkan yang tidak semestinya.
Adakah ia ketika hati berbunga menemukan sosok yang langka? Ah, mungkin tak benar-benar langka. Hanya saja, (hal itu) masih asing dan sangat jarang (atau bahkan, mungkin itu adalah kali pertama yang kutemui) di lingkungan (asal)ku. Ah, aku belum seberani itu, pikirku saat itu.
Adakah ia yang menyisakan rasa malu, iri, sekaligus kagum jadi satu? Hingga terasa ada ngilu di hati.
Adakah ia yang menyisakan sejuta tanda tanya?
Adakah ia yang menyisakan harap di langit-langit kuasa-Nya?
Adakah ia yang pernah menetap tanpa pernah bercakap-cakap?
Kini, diri ini hanya bisa menertawai diri sendiri, dalam hati. Apakah bisa diri yang masih rapuh (hati) ini pantas membersamai diri yang kokoh dalam pegangannya? Bukankah yang menjaga akan dijaga (dan mendapatkan yang terjaga)? Tapi diri ini belum cukup mampu menjaga apa-apa yang harus dijaga. Lalu, pantaskan ia membersamai yang terjaga?
Duhai, mungkin ini cara Allah menguatkan diri ini untuk teguh pada prinsip. Kuat dalam (menegakkan) syariat. Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah.
“Ruh-ruh itu ibarat prajurit-prajurit yang dibaris-bariskan. Yang saling mengenal diantara mereka pasti akan saling melembut dan menyatu. Yang tidak saling mengenal diantara mereka pasti akan saling berbeda dan berpisah.” (HR Al Bukhari [3336] secara mu’allaq dari ’Aisyah, dan Muslim [2638], dari Abu Hurairah)
———————————————————————-
Pasca membaca salah satu tulisan Salim A. Fillah. Membuat diri teringat sepotong adegan itu. Singkat, tapi begitu melekat.
wiiik :”
Kenapa, Na?
Udah baca tulisan Salim A. Fillah nya? hehe